Blogger Widgets

Oktober 23, 2012

Bahan Ajar PLH 2.2

BAHAN AJAR
PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
KELAS : XII
RPP Ke 3

STANDAR KOMPETENSI:

Memahami peranan manusia dalam Lingkungan hidup

KOMPETENSI DASAR:

2.2 Menjelaskan kepedulian Manusia terhadap Lingkungan Hidup

INDIKATOR:

Kepedulian manusia terhadap lingkungan di jelaskan berdasarkan etika lingkungan

RANGKUMAN MATERI

Dengan melihat besarnya manfaat lingkungan alam bagi kehidupan manusia, seharusnya manusia melakukan introspeksi diri terhadap apa yang dilakukannya terhadap alam. Kerusakan alam bukan hanya di Jawa Barat, tetapi hampir di seluruh nusantara, bahkan dunia.

A. Soni Keraf (2002) dalam bukunya berjudul Etika Lingkungan mengingatkan bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah moral manusia atau persoalan perilaku manusia. Kerusakan bukan masalah teknis tetapi krisis moral manusia. Menurut beliau, untuk mengatasi masalah lingkungan hidup dewasa ini langkah awalnya adalah dengan cara merubah cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara mendasar melalui pengembangan etika lingkungan.

Secara teoritis terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme (Sony Keraf : 2002).

•    Antroposentrisme
Etika lingkungan yang bercorak pada antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filusuf modern, di mana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Antroposentrisme adalah aliran yang memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta dan hanya manusia yang memiliki nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusia dianggap berada di luar, di atas dan terpisah dari alam. Bahkan manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti itu melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.
•    Biosentrisme dan ekosentrisme

Cara pandang antroposentrisme, saat ini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme. Pada faham biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial, tetapi juga sebagai makhluk biologis atau makhluk ekologis, yaitu sebagai makhluk yang kehidupannya tergantung dari dan terikat dengan semua kehidupan lain di alam semesta. Tanpa alam, tanpa makhluk hidup yang lain, manusia tidak akan bertahan hidup, karena manusia mempunyai kedudukan yang sama dalam ”jaringan kehidupan” di alam semesta ini. Manusia berada dalam alam dan terikat serta tergantung dari alam dan seluruh isinya.

Dari pemahaman ini, biosentrisme dan ekosentrisme memperluas pemahaman etika yaitu menganggap komunitas biotis dan komunitas ekologis sebagai komunitas moral. Etika tidak lagi dibatasi hanya bagi manusia. Etika dalam pemahaman biosentrisme dna ekosentrisme berlaku bagi semua makhluk hidup. Etika lingkungan yang diperjuangkan dan dibela oleh biosentrisme dan ekosentrisme adalah kembali kepada etika masyarakat adat, yang dipraktikkan oleh hampir semua suku asli di seluruh dunia.

Biosentrisme memiliki pandangan bahwa setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Semua makhluk hidup bernilai pada dirinya sendiri dan pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Alam perlu diperlakukan secara moral, terlepas dari apakah ia bernilai bagi manusia atau tidak. Ada empat keyakinan biosentris, yaitu pertama, berkeyakinan bahwa manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi dalam arti yang sama dan dalam kerangka yang sama di mana makhluk hidup yang lain juga anggota dari komunitas yang sama. Kedua, keyakinan bahwa spesies manusia bersama dengan dengan semua spesies lainnya adalah bagian dari sistem yang saling tergantung sedemikian rupa sehingga kehidupan ditentukan oleh relasi satu dengan lainnya. Ketiga, keyakinan bahwa semua organisme adalah pusat kehidupan yang mempunyai tujuan sendiri. Keempat, keyakinan bahwa manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul dari makhluk hidup lainnya. Pandangan itu membuat manusia menjadi lebih netral dalam memandang semua makhluk hidup dengan segala kepentingannya. Tentu saja manusia akan selalu memandang kepentingannya lebih penting. Dengan keyakinan tadi, manusia akan lebih terbuka untuk mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan makhluk hidup lainnya secara serius, khususnya ketika ada benturan kepentingan antara manusia dengan makhluk hidup yang lainnya.

Sedikit berbeda dengan biosentrisme, Ekosentrisme lebih memandang etika berlaku pada keseluruhan komponen lingkungan, seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lainnya. Karena itu, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup tetapi juga pada lingkungan tak hidup. Etika Ekosentrisme sekarang ini populer dengan Deep Ecology sebuah istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Arne Naess, seorang filusuf Norwegia, tahun 1973. Deep Ecology menuntut etika baru yang tidak hanya berpusat pada manusia, tapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Hal yang baru adalah, pertama, manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Deep Ecology memusatkan seluruh spesies termasuk spesies bukan manusia, kepada seluruh lapisan kehidupan (biosfer). Kedua, etika lingkungan hidup yang dikembangkan Deep Ecology dirancang sebagai sebuah etika praktis, yaitu sebagai sebuah gerakan. Artinya prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkrit. Dengan demikian, Deep Ecology menuntut orang-orang untuk mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang  selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik. Suatu gerakan yang menuntut perubahan cara pandang, nilai dan perilaku atau gaya hidup.

Tidak ada komentar: