Blogger Widgets

Oktober 23, 2012

Bahan Ajar PLH 2.3

BAHAN AJAR
PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
KELAS : XII
RPP Ke 4

STANDAR KOMPETENSI:

Memahami peranan manusia dalam Lingkungan hidup

KOMPETENSI DASAR:

2.3. Menjelaskan peranan manusia dalam Lingkungan Hidup

INDIKATOR:

Peranan manusia dalam lingkungan hidup dijelaskan berdasarkan hubungan manusia dengan lingkungannya

RANGKUMAN MATERI

Pandangan manusia terhadap alam lingkungan dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu pandangan imanen (holistik) dan pandangan transenden. Menurut pandangan holistik, manusia dapat memisahkan dirinya dengan sistem biofisik sekitarnya, seperti dengan hewan, tumbuhan, gunung, sungai dan lain-lain. Namun demikian, manusia masih merasa adanya hubungan fungsional dengan faktor-faktor biofisik itu sehingga membentuk satu kesatuan sosio-biofisik. Sebaliknya menurut pandangan transenden, sekalipun secara ekologi manusia tidak dapat dipisahkan dari alam lingkungan tetapi pada pandangan ini manusia merasa terpisah dari lingkungannya. Alam lingkungan hanya dianggap sebagai sumber daya alam yang diciptakan untuk diekspoitasi sebesr-besarnya untuk kesejahteraan manusia.


Pandangan transenden berkembang pada masyarakat Barat, sedangkan pandangan imanen hidup dan berkembang pada masyarakat Timur yang masih ”tradisional”. Pandangan transenden mengakibatkan banyaknya kehancuran alam lingkungan. Kerusakan itu diawali pada saat revolusi industri di Eropa. Saat ini, dengan dorongan kebutuhan yang semakin serakah terhadap makanan, pakaian, dan berbagai tuntutan hidup yang melebihi dari apa yang diperluakan telah berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Contohnya, suatu keluarga cukup memiliki satu buah rumah, namun karena ingin dianggap kaya maka terkadang mereka memiliki 2 atau 3 rumah, padahal tidak diisi semuanya. Dari rumah yang ia bangun tentu saja membutuhkan kayu yang ditebang dari hutan. Pohon di hutan jumlahnya berkurang hanya untuk memenuhi rasa gengsi manusia serakah!

Pandangan imanen yang diakui oleh masyarakat timur, awalnya terkesan kuno atau primitif tetapi jika direnungkan mereka lebih bersahabat dengan alam. Aturan para leluhurnya dijadikan sebagai norma untuk menjaga lingkungan alam. Aturan itu menjadi kebiasaan, kewajiban, pantangan, dan tabu yang secara langsung atau tidak langsung memelihara lingkungan alam. Misalnya di kalangan masyarakat Baduy ada sejumlah Buyut atau Tabu yang harus dijauhi oleh orang Baduy bahka oleh orang ”luar” yang kebetulan sedang berada di wilayah Kanekes. Larangan tersebut adalah mengubah jalan air, merombak tanah, masuk hutan larangan, menebang dan mengambil hasil hutan larangan, memiliki dan menggunakan barang-barang pabrik yang dibuat oleh mesin (misalnya cangkul dan bajak), mengubah jadwal bertani, menggunakan pupuk kimia, mandi pakai sabun, memakai pasta gigi, memakai bahan bakar minyak, dan membuang sampah di sembarang tempat. Jika melanggar norma, maka orang Baduy akan diusir dari lingkungan Baduy dalam.
Proses kerusakan lingkungan berjalan secara sangat cepat akhir-akhir ini membuat lingkungan bumi    makin tidak nyaman bagi manusia, bahkan jika terus berjalan akan dapat membuatnya tidak sesuai lagi untuk kehidupan kita. Kerusakan tersebut karena kita melanggar dari norma atau etika lingkungan.

Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu jalannya adalah dengan mendidik generasi penerus dan atau mengembangkan sumber daya manusia (SDM) pengelola lingkungan yang handal dan memiliki komitmen untuk menyelamatkan bumi. Syarat utama untuk kehandalan itu adalah bahwa SDM itu sadar lingkungan yang berpandangan holistik, sadar hukum, dan mempunyai komitmen terhadap lingkungan. Tanpa ini, penguasaan teknologi pengelolaan lingkungan yang paling canggih sekalipun tidak akan banyak gunanya. Bahkan dengan berkembangnya teknologi, kemampuan untuk mempengaruhi lingkungannya makin besar sehingga dengan makin berkembangnya teknologi, kesadaran lingkungan seharusnya semakin tinggi karena teknologi dapat menjadi ancaman terhadap lingkungan.

Dalam pengembangan  SDM tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan setempat. Budaya antroposentris yang masih berkembang di kalangan masyarakat harus diubah menjadi ekosentris. Masyarakat sebagai pengelola lingkungan mempunyai kewajiban untuk mengelola lingkungan dengan baik, seperti tertera dalam undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, kita akan mencapai kemajuan yang besar dalam pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, prioritas pengembangan SDM seyogyanya diberikan pada masyarakat umum, kecuali jumlahnya yang besar pengembangan masyarakat menjadi pengelola lingkungna juga merupakan hal yang strategis.

Budaya cinta lingkungan haruslah dikembangakan sejak dini antara lain, tidak membuang sampah sembarangan, mengajak anak berjalan kaki untuk bepergian dalam jarak pendek sehingga dapat mengurangi konsumsi bensin dan pencemaran, menanam dan memelihara tanaman, mendaur ulang sampah dengan membuat kompos, peduli terhadap perilaku hemat listrik, dan lain-lain

Tidak ada komentar: